PRINSIP DAN TEKNIK MENULIS ARTIKEL ILMIAH
DARI LAPORAN PENELITIAN, SKRIPSI, TESIS, DAN
DISERTASI1
Tarkus Suganda
Lab. Fitopatologi Dept. Hama dan Penyakit Tumbuhan
Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran
Daftar Isi
• Pendahuluan
• Persiapan Sebelum Menulis Artikel Ilmiah
• Pelaksanaan Penulisan Artikel Ilmiah (Komponen Artikel Ilmiah)
• Penutup
I. PENDAHULUAN
Dalam dunia akademik, artikel ilmiah memiliki peran yang sangat penting,
baik bagi pengembangkan ilmu pengetahuan itu sendiri maupun bagi pengembangan
karir peneliti dan akademisi. Bagi sivitas akademika (dosen peneliti dan mahasiswa),
tentunya diwajibkan melakukan penelitian. Setelah penelitian selesai, maka akan
diakhiri dengan membuat laporan penelitian yang bentuknya dapat bermacam-macam.
Untuk penelitian dosen biasanya berbentuk laporan penelitian, sedangkan laporan
penelitian sebagai suatu produk akhir dari suatu jenjang pendidikan, dapat berupa
skripsi, tesis, atau disertasi.
Walaupun memiliki kadar ilmiah, pada dasarnya, skripsi, tesis, dan disertasi
(LPSTD) belum dapat dikategorikan sebagai karya publikasi ilmiah, karena pada
dasarnya LPSTD adalah karya ilmiah yang “tidak dipublikasikan”.
Oleh karena ada
slogan di dunia akademik bahwa “suatu penelitian belumlah dianggap selesai kecuali
jika hasilnya telah dipublikasikan secara luas.
Cara mempublikasikan karya ilmiah banyak ragamnya, dapat berupa makalah
yang diseminarkan lalu dijadikan prosiding, atau diunggah ke internet sebagai tulisan
dari para penelitinya. Namun demikian, nilai kredit tertinggi dari suatu publikasi
ilmiah adalah jika hasil penelitian dipublikasikan sebagai artikel ilmiah dalam jurnal
ilmiah yang direview oleh pakar sebidang ilmu (peer-reviewed articles).
Dalam
tulisan ini yang dimaksud dengan artikel ilmiah adalah artikel primer (lihat sub-judul
di bawah), sehingga bahasan akan lebih difokuskan kepada artikel ilmiah primer
untuk diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Berbagai Jenis Artikel Ilmiah Diterbitkan Dalam Jurnal Ilmiah
Sebenarnya, ada beberapa jenis artikel ilmiah yang dapat dimuat dalam suatu
jurnal ilmiah, yaitu artikel ilmiah primer (melaporkan hasil penelitian si penulis
artikelnya sendiri), artikel ilmiah review atau kupasan
si penulisnya mengupas
berbagai artikel yang sejenis dan meramunya menjadi artikel baru secara
1 Makalah Pelatihan Penulisan Artikel Ilmiah, Kampus ITB Jatinangor, 10 Mei 2014
Tarkus Suganda 2
komprehensif), book review, surat kepada Editor jurnal (letter to editor), komunikasi
singkat (short report), laporan perdana (first report), dan lain-lain.
Artikel ilmiah primer, pada dasarnya adalah versi ringkas dari suatu laporan
hasil penelitian (laporan penelitian, skripsi, tesis, dan disertasi - LPSTD).
Dengan
demikian, bagi seorang dosen termasuk juga bagi mahasiswa, seharusnya menulis
artikel ilmiah jauh lebih mudah karena pada dasarnya hanya menyingkat laporan
ilmiah versi LPSTD saja.
II. PERSIAPAN SEBELUM MENULIS ARTIKEL ILMIAH
Sebelum memulai menulis artikel ilmiah, diperlukan adanya persiapan yang
matang. Persiapan tersebut termasuk persiapan mental, keterampilan dan teknis, serta
sarana-prasarana. Persiapan mental meliputi
a.l. motivasi dan daya tahan, Motivasi
terbaik untuk menulis artikel ilmiah harus datang dari diri sendiri, walaupun dorongan
dari lingkungan sekitar juga cukup berperan penting. Persiapan keterampilan dan
teknis mencakup pengetahuan tentang tata-tulis dan bahasa, baik bahasa asing
maupun bahasa Indonesia (terutama EYD) dan teknik parafrasing untuk menghindari
plagiarisme. Selain itu, diperlukan juga keterampilan menggunakan komputer, baik
untuk menganalisis data, membuat ilustrasi dan menulisnya (word processing) itu
sendiri, maupun untuk mengakses internet-mencari kepustakaan pendukung terkini
(googling atau mengakses database kepustakaan seperti Ebsco, Proquest, Science
Direct, dsb.).
Dalam makalah ini, pembahasan akan difokuskan ke persiapan teknis menulis
artikel dengan asumsi bahwa persiapan mental dan persiapan sarana-prasarana sudah
tidak ada masalah.
a. Mengikuti pelatihan penulisan artikel (atau berdiskusi dengan pakar
penulisan artikel).
Penulis artikel ilmiah tidak sama dengan novelis yang bebas berkreasi.
Penulis artikel ilmiah dipagari oleh berbagai ketentuan yang harus ditaati tanpa
syarat, baik dari segi bahasa, peristilahan, tata tulis, maupun formatnya. Jurnal
yang artikel ilmiahnya ditulis dengan ragam dan format yang berbeda-beda, tidak
akan pernah diakreditasi.
Penulis artikel ilmiah dapat diibaratkan sebagai altlet, untuk menjadi juara
diperlukan latihan yang keras. Mengikuti pelatihan penulisan dan atau
melakukan diskusi aktif dengan sesama penulis artikel, terutama yang sudah
berpengalaman, merupakan suatu keharusan (kecuali bagi penulis yang benarbenar
berbakat/gifted).
b. Membaca artikel ilmiah yang baik di bidang ilmu kita.
Artikel ilmiah, walaupun memiliki dasar-dasar yang sama, namun harus
disadari bahwa setiap bidang ilmu, bahkan setiap jurnal, memiliki gaya
selingkung (in-house style) sendiri-sendiri. Oleh karena itu, membaca (dan
mengamati) dengan seksama artikel-artikel ilmiah dalam bidang ilmu kita,
merupakan hal yang sangat penting.
c. Menetapkan jurnal ilmiah yang kita ingin kirimi artikel ilmiah.
Sebagaimana telah disampaikan di atas, karena setiap jurnal memiliki
kekhasan masing-masing, maka sebelum kita memulai proses penulisan artikel kita, tetapkanlah terlebih dahulu jurnal ilmiah mana yang kita ingin artikel ilmiah
kita dimuat.
Sebenarnya ada tambahan lain dalam kriteria pemilihan jurnal ilmiah yang
kita akan kirimi naskah.
Contohnya adalah reputasi jurnal ilmiah tersebut,
apakah terakreditasi atau tidak?
Apakah tersebar luas atau tidak (memiliki situs
di internet atau tidak, memiliki penyunting pakar tidak, dlsb. Faktor biaya
penerbitan juga layak dipertimbangkan, karena sering jurnal ilmiah meminta
bayaran yang tidak dapat dipenuhi oleh calon penulis yang dananya terbatas.
Memilih jurnal ilmiah adalah proses yang memerlukan pemikiran yang
matang dari berbagai sudut pertimbangan, dan umumnya keputusannya adalah
sebuah kompromi dari berbagai pertimbangan tersebut.
d. Mendapatkan “petunjuk penulisan artikel” jurnal tersebut dan salah satu
contoh artikelnya.
Sebagai akibat dari adanya gaya selingkung, oleh karena itu, sangat penting
bagi seorang calon penulis artikel ilmiah untuk mendapatkan ‘petunjuk penulisan
artikel” dari jurnal yang dipilihnya. Selain petunjuk penulisannya, sangat
dianjurkan juga untuk mendapatkan salah satu artikel yang sudah diterbitkan
dalam jurnal tersebut.
Hal ini untuk berjaga-jaga jika pemahaman kita tentang
petunjukan penulisan artikel tidak terlalu benar.
Sebagai penulis artikel, si penulis HARUS bersedia mematuhi seluruh
ketentuan yang ada di dalam petunjuk penulisan artikel jurnal tersebut, sampai ke
hal-hal yang detil, misalnya tentang cara penulisan satuan, cara penyingkatan
nama jurnal, dlsb. Jangan pernah seorang penulis artikel mencoba
mempengaruhi redaksi jurnal tersebut dengan alasan bahwa cara yang digunakan
si penulis merupakan hal yang baku di bidangnya. Jika tidak suka dengan gaya
selingkung jurnal tersebut, maka tidak ada paksaan bagi si penulis untuk
mengirimkan naskah ke jurnal tersebut.
e. Mengecek ulang data penelitian kita (analisis, metodenya, penyajiannya,
dlsb.).
Sebelum menulis artikel, si penulis harus sudah yakin bahwa penelitian yang
datanya akan dilaporkan, sudah memenuhi kaidah akademik (misalnya adanya
perlakuan pembanding atau kontrol, adanya pengulangan dan randomisasi, sudah
memenuhi ketentuan statistik, sudah menggunakan metode penelitian yang tepat
untuk tujuan penelitian tersebut, dlsb.).
Selain itu, data juga sudah harus diuji statistik (kalau datanya memang
mengharuskan diuji statistik), sudah dibuat tabulasi atau disajikan sebagai
gambar secara benar dan memenuhi kaidah keilmuan, dlsb.
f. Menjamin tidak akan ada masalah kepemilikan hak atas artikel ilmiah yang
akan diterbitkan.
Persiapan terakhir sebelum menulis adalah mengklirkan hak kepemilikan atas
artikel yang akan ditulis, terutama untuk artikel tentang penelitian kelompok atau
yang melibatkan mitra. Bagi mahasiswa, jika artikelnya berasal dari skripsi,
tesis, atau disertasi (STD), harus jelas terlebih dahulu, siapa yang lebih berhak
atas penelitian tersebut. Keteledoran tentang hak kepemilikan ini sering menjadi
masalah di kemudian hari. Redaksi jurnal biasanya tidak mau tahu tentang hal
ini, karena sudah menjadi kewajiban para penulis artikel untuk mengklirkan hal
ini sebelum artikel ditulis. Hal ini penting misalnya jika STD berupa penelitian proyek dosen dari dana hibah, yang salah satu ketentuannya adalah harus ada
artikel ilmiah atas nama si ketua peneliti.
Pada prinsipnya, hak atas artikel ilmiah dari suatu penelitian kelompok,
seyogyanya harus ditetapkan dan disepakati oleh setiap anggota kelompok, jauh
sebelum penelitiannya sendiri dilakukan.
Salah satu tujuan penulisan artikel ilmiah selain untuk penyebarluasan
informasi ilmiah adalah untuk mendapatkan kredit point (cum).
Di Indonesia
berlaku ketentuan bahwa penulis utama (penulis nomor 1 atau autor senior)
mendapatkan 60% dari total kredit point artikel tersebut. Sebanyak 40% sisanya
dibagi rata oleh autor-autor berikutnya. Kalau autornya hanya seorang, tentunya
100% dari kredit point adalah miliknya sendiri.
Pada masa lalu, setiap artikel ilmiah harus menyertakan nama kepala lab.,
tidak peduli apakah ia terlibat atau tidak di dalam percobaan/penelitian yang
dilaporkan. Penempatannya biasanya sebagai autor terakhir.
Hal ini
menyebabkan kemudian orang berebutan untuk menjadi autor terakhir untuk
“prestise”. Timbul kesulitan yaitu bagaimana jika ada artikel yang penelitiannya
dilaksanakan di lebih dari satu lab?
Untuk mencegahnya, di Inggris, beberapa jurnal mengurut autor secara
alfabetis. Nampaknya memang adil, tetapi sebenarnya tidak, karena autor yang
memiliki konstribusi tinggi terhadap penelitian memiliki kredit point yang sama
atau bahkan lebih rendah dengan autor yang tidak/kurang memberikan
konstribusinya.
Oleh karena itu, menurut cara modern, pengurutan autor didasarkan atas
besar-kecilnya peranan autor dalam penelitian (dan dalam menulis artikel).
Disepakati bahwa penulis pertama adalah autor senior yang paling bertanggung
jawab dalam pelaksanaan penelitian yang dilaporkan. Komunikasi tentang artikel
tersebut dapat saja diwakilkan kepada autor lain, tidak selalu harus ke autor
senior. Yang dimaksud dengan senior bukan didasarkan atas umur, kepangkatan,
atau jabatan, namun didasarkan pada urutan peranan pentingnya autor tersebut
terhadap percobaan/penelitian yang dilakukan
Etikanya, kolega atau penyelia (supervisor) tidak selayaknya meminta
namanya dimasukkan menjadi autor jika ia tidak terlibat sama sekali dalam
penelitian/percobaan.
Bahkan jika nama kita yang tidak terlibat dalam proses
pelaksanaan penelitian namun dicantumkan sebagai salah satu autor oleh si
peneliti utama, selayaknya kita menolak dengan sopan.
Sebelum meminta atau menerima nama kita dicantumkan sebagai salah satu
autor suatu artikel ilmiah, sebaiknya ingatlah bahwa seorang autor sebuah artikel
adalah seseorang yang bertanggung jawab secara intelektual terhadap hasil
riset yang dilaporkan. Setiap autor yang dicantumkan namanya harus memiliki
peran yang penting dalam riset yang dilaporkan. Sebaiknya urutan autornya
harus ditentukan sebelum percobaan dilakukan. Urutan ini bisa saja berubah jika
dalam pelaksanaannya terjadi berubahan. Secara singkat, pencantuman autor
dalam artikel ilmiah seharusnya hanya berisi nama-nama autor yang memiliki
konstribusi yang mendasar terhadap pekerjaan yang dilaporkan.
Contoh kasus (Diambil dari Day, 1988) :
Ilmuwan A merencanakan serangkaian percobaan.
A menugaskan teknisi B
untuk melaksanakan percobaan dan menjelaskan bagaimana melaksanakan
percobaan. Jika percobaan berhasil dan hasilnya kemudian dipublikasikan, maka
Tarkus Suganda 5
A akan merupakan satu-satunya autor, sekalipun teknisi B melakukan semua
pekerjaan (Teknisi B dihargai dalam pernyataan tertulis di bagian “Ucapan
Terima Kasih”).
Andaikan percobaan tersebut kurang sukses, dan si Teknisi B kemudian
menyarankan kepada Ilmuwan A perbaikan pelaksanaan (misalnya mengganti
temperatur inkubasi dari 15 ke 270
C), dan kemudian percobaan menjadi berhasil,
maka nama Teknisi B masuk menjadi autor kedua.
Andaikan, jika kemudian diketahui bahwa dengan merubah temperatur
inkubasi tersebut organisme yang diteliti menjadi patogenik, sementara menurut
literatur organisme tersebut sebenarnya non patogenik. Ilmuwan A kemudian
meminta bantuan Ilmuwan C untuk melaksanakan test singkat patogenisitas.
Peranan C dihargai dalam “Ucapan Terima Kasih”.
Andaikan lagi, Ilmuwan C tertarik dengan organisme tersebut dan melakukan
serangkaian percobaan terencana dan menemukan bahwa organisme tersebut
bukan hanya patogenik terhadap binatang / tanaman percobaan tetapi juga
terhadap manusia. Akhirnya sebuah tabel baru ditambahkan kedalam naskah,
dan bagian hasil dan pembahasan kemudian direvisi, maka A, B, dan C kemudian
menjadi autor.
III. PELAKSANAAN PENULISAN ARTIKEL ILMIAH (KOMPONEN
ARTIKEL ILMIAH)
A.
Perbedaan Format Dasar LPSTD Dengan Artikel Ilmiah
Sebagaimana telah disampaikan di atas, artikel ilmiah memiliki format dasar
atau komponen yang berbeda dengan LPSTD. Artikel ilmiah adalah bentuk ringkas
dari LPSTD. Format baku bagian inti dari suatu artikel ilmiah, terkenal dalam
sebutan berbahasa Inggris sebagai IMRaD, yang merupakan singkatan dari
Introduction (Pendahuluan), Materials and Method (Bahan dan Metode), Results
(Hasil), and Discussion (Diskusi atau Pembahasan). Pada sebagian jurnal, bagian
Hasil digabungkan dengan Pembahasan, sebagai “Hasil dan Pembahasan”.
Berikut adalah contoh dari format atau komponen bagian inti dari LPSTD.
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Penelitian
1.2 Rumusan (Identifikasi) Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Kegunaan (Manfaat) Penelitian
Bab II. Kajian (Tinjauan) Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
2.1 Kajian (Tinjauan) Pustaka
2.2 Kerangka Pemikiran
2.3 Hipotesis
Bab III. Metodologi atau (Bahan dan Metode)
3.1 Bahan
3.2 Metode
Bab IV. Hasil dan Pembahasan (ada yang memisahkan ada juga yang tidak)
Bab V. Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Gambar 1. Format Penulisan LPSTD berbasis metode kuantitatif
Tarkus Suganda 6
Untuk LPSTD kuantitatif, mengubahnya menjadi artikel ilmiah adalah dengan
cara menggabungkan kemudian meringkas Bab I dan Bab II menjadi bagian
Pendahuluan, sementara untuk bagian lainnya tetap namun hanya diringkas saja.
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Penelitian
1.2 Kajian Literatur
1.3 Fokus Penelitian atau Pernyataan Masalah
1.4 Metodologi
Bab II. Hasil dan Pembahasan (ada yang memisahkan ada juga yang tidak)
Bab III. Simpulan dan Saran
5.1 Simpulan
5.2 Saran
Daftar Pustaka
Gambar 2. Format Penulisan LPSTD berbasis metode kualitatif
Sementara itu, untuk format baku bagian inti LPSTD kualitatif tidak banyak
yang diubah, melainkan hanya menyingkatnya saja.
B. Pemahaman Fungsi dan Tata Cara Penulisan Setiap Komponen Artikel
Ilmiah
B.1. Judul
Judul adalah bagian pertama dari artikel ilmiah yang akan dibaca orang. Oleh
karena itu, penulisan judul harus dibuat sedemikian rupa agar pembaca artikel tertarik.
Judul yang baik adalah judul yang ‘terdiri atas sesedikit mungkin kata-kata namun
dapat dengan tepat menggambarkan isi tulisan’.
Kriteria judul yang baik adalah :
1. Dapat dengan ringkas mengidentifikasikan masalah yang dilaporkan oleh tulisan.
2. Dapat mengidentifikasi tujuan dari penelitian yang dilaporkan dalam artikel.
3. Menarik, dalam arti dapat mempengaruhi pembaca untuk membaca seluruh
artikel.
4. Judul artikel dibatas jumlah katanya, biasanya maksimum hanya 15 buah kata.
Jika untuk memenuhi kaidah judul yang baik di atas diperlukan lebih dari 15
buah kata, maka itu artinya menandakan bahwa mungkin penulis sebaiknya memecah
artikel tersebut menjadi lebih dari satu artikel ilmiah. Tidak perlu memaksakan agar
semua informasi dipadatkan ke dalam sebuah artikel, sehingga untuk judulnya saja
diperlukan jumlah kata yang banyak.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah bahwa satu penelitian (LPSTD) dapat
ditulis menjadi beberapa artikel ilmiah. Dengan demikian, tidak selalu judul artikel
ilmiah harus sama persis dengan judul LPSTD.
Dari definisi tentang judul yang baik di atas, seseorang mungkin akan
menafsirkan bahwa semakin sedikit jumlah kata suatu judul tulisan, semakin baik
judul tersebut. Hal ini tidaklah selalu benar, karena judul yang pendek namun tidak
cukup deskriptif juga berarti tidak baik.
Sebagai contoh : “Biologi Ulat Sutera”. Judul ini cukup pendek, namun
sama sekali tidak deskriptif. Biologi itu sangat luas. Apakah yang dimaksud dengan
‘biologi’ adalah tentang : reproduksi, sistematik, atau lainnya. Kemudian, apakah
yang dimaksud dengan ulat sutera, apakah Bombyx mori atau spesies lainnya?
Tarkus Suganda 7
Selain itu, pada judul di atas (Biologi Ulat Sutra), tidak baik untuk sebuah
judul artikel ilmiah, namun lebih tepat merupakan judul payung penelitian, atau judul
sebuah tulisan bahan pengajaran (buku pelajaran) yang akan mengupas berbagai hal
yang berkaitan dengan biologi ulat sutera.
Contoh lain : Penghambatan antibiotik terhadap bakteri. Judul ini juga
kurang baik, karena tidak jelas apakah penghambatan yang dimaksud adalah
penghambatan terhadap semua jenis antibiotik atau hanya pada antibiotik tertentu
saja? Semua jenis bakteri-kah atau hanya jenis bakteri tertentu? Mungkin akan lebih
baik jika judul tersebut diubah menjadi (misalnya) :
“Penghambatan pertumbuhan bakteri Pseudomonas solanacearum oleh
streptomycin secara in vitro”.
Namun, perlu juga disadari bahwa panjangnya suatu judul bukan disebabkan
oleh banyaknya materi yang ingin disajikan, namun lebih disebabkan oleh kelemahan
si penulis artikel dalam memilih kata yang tepat. Si penulis mungkin terlalu royal
dengan informasi yang tidak penting, yang tidak seharusnya dicantumkan di dalam
judul. Sebagai contoh :
• “Pengaruh usahatani terapan dalam meningkatkan pendapatan petani
dalam rangka swasembada pangan secara tumpang sari di Desa Kauman,
Kecamatan Banyuasih, Kabupaten DT Singapura, Provinsi DT I Jawa Utara
: Suatu studi kasus”.
• “Pengaruh aplikasi pupuk hayati (inokulasi Azotobacter sp. dan mikoriza)
dan pupuk nitrogen terhadap serapan N,P dan dinamika populasi mikroba
tanah (Azotobacter sp.), derajat infeksi akar serta hasil tanaman tomat
(Lycopersicon esculentum) pada lahan marginal cultisols”.
Jika ada artikel berjudul demikian, saya yakin calon pembaca sudah akan
membatalkan niatnya untuk membaca artikel tersebut, sebagus apapun isi dari artikel
tersebut. Untuk kedua judul artikel di atas, dapatkah Anda membuatnya lebih singkat
tanpa harus kehilangan makna dan informasinya?
Selain jumlah kata, dalam membuat judul yang baik, seorang penulis artikel
harus pula dapat memilih kata dan menentukan urutan kata dengan tepat. Urutan kata
yang salah akan dapat mengacaukan maksud yang ingin dicapai. Sebagai contoh :
“Pengaruh penggantian campuran dedak dan bungkil kacang kedele oleh
bungkil biji kapok terhadap prestasi ayam broiler umur 4-8 minggu”
Pada judul di atas, kata ‘oleh’ sebaiknya diganti dengan kata ‘dengan’, karena
kata ‘oleh’ lebih menunjukkan pelaku (manusia) yang menggantikan dedak dan
bungkil kacang kedele dengan biji kapok. Selain itu, sudah tepatkah pemilihan kata
‘prestasi’ bagi ayam broiler? Jadi pada judul di atas, pilihan kata kurang tepat.
Contoh lain :
Pengaruh seleksi umur dalam terhadap periode pengisian biji dan hasil
pada kedelai
Dapatkah Anda mencari apa yang salah dari judul di atas dan mengoreksinya?
Tarkus Suganda 8
Hal lain yang perlu dipertimbangkan dalam membuat judul artikel ilmiah
adalah :
1. Jangan terlalu spesifik, sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang akan
mengerti judul tersebut. Di luar negeri, artikel yang judulnya terlalu spesifik akan
langsung ditolak oleh Redaksi Jurnal. Ingat bahwa alasan penulisan artikel adalah
penyebarluasan informasi seluas-luasnya.
2. Hindari penggunaan singkatan, terutama yang belum umum, karena singkatan
dapat memiliki arti yang berbeda bagi setiap orang, sekalipun konteksnya
mungkin sejalan dengan isi jurnal. Sebagai contoh : “Pengaruh kegiatan KKN
terhadap penghasilan petani Desa Cimarga”. Istilah KKN dalam judul tersebut
apakah berarti ‘kolusi, korupsi, dan nepotisme’ atau ‘ketahanan dan
keamanan negara’, atau ‘kuliah kerja nyata’?
3. Hindari formula kimia, istilah kuno atau kata yang tidak umum.
Judul artikel ilmiah (terutama bidang eksakta) dapat ditulis sebagai ‘bungkus’
yang lebih menjelaskan tema penelitiannya tanpa menjelaskan hasil akhirnya,
contohnya :
“Pengaruh penggunaan pupuk kandang terhadap hasil jagung di lahan
kering.”
atau dapat pula ditulis dalam redaksional lain, dengan menginformasikan hasil
penelitiannya, contohnya :
“Pupuk kandang meningkatkan produksi jagung pada budidaya lahan
kering”,
atau
“Pupuk kandang tidak mempengaruhi tingkat produksi jagung pada
budiaya lahan kering”
Beberapa jurnal ilmiah mengharuskan adanya judul pelari (running title) yang
umumnya terdiri dari tiga s.d. lima kata.
B.2. Penulisan Nama Autor (Penulis) dan Alamat
Bagian kedua dari sebuah artikel ilmiah adalah Nama Diri penulis artikel dan
alamat tempat penulis berafiliasi saat penelitian dilaksanakan. Beberapa hal berikut
perlu dipahami oleh penulis artikel ilmiah :
1. Tetaplah konsisten dalam menuliskan nama diri dari satu artikel ke artikel lainnya.
Penulisan nama yang konsisten memiliki dua sisi penting, yaitu (1) tidak
membingungkan orang ketika akan menyitir artikel Anda sebagai pustaka; dan
(2) sebagai bukti bahwa anda adalah satu orang yang sama. Di Indonesia, orang
sering tidak konsisten dalam menuliskan nama diri dalam tulisan ilmiah. Sebagai
contoh, seseorang yang bernama Deliana Rima Susanti, dapat saja menuliskan
namanya sebagai Deliana R.S.; D.R. Susanti; D. Rima Susanti, atau kombinasi
lainnya. Jika orang tersebut secara konsisten meneliti hal yang sama namun
mempublikasikan artikel ilmiah dengan nama yang berlainan, maka orang akan
bingung, apakah penulis artikel tersebut orang yang sama atau berlainan.
2. Jurnal ilmiah harus memenuhi kaidah internasional, termasuk penulisan nama.
Artinya, suka atau tidak suka, nama belakang, baik berupa marga ataupun
tidak sebaiknya jangan disingkat. Untuk contoh di atas, sebaiknya jangan pernah
menggunakan nama Deliana R.S., karena nama akan membingungkan ketika
Tarkus Suganda 9
harus ditulis dalam daftar pustaka. Nama belakang berupa singkatan (pada
contoh kasus di atas sebagai R.S.) tidak dikenal dalam sistem penulisan nama.
3. Jika autor artikel lebih dari seorang, maka cantumkanlah siapa yang bertanggung
jawab untuk komunikasi surat jika ada yang berminat menghubungi untuk
mendapatkan informasi lebih lanjut tentang artikel tersebut.
4. Alamat yang dicantumkan menyertai nama autor adalah alamat tempat
pelaksanaan penelitian yang artikelnya dilaporkan dan bukan tempat
institusi bekerja para autornya. Jadi, jika artikel melaporkan hasil riset
pascasarjana di Unpad, maka alamatnya harus alamat Unpad sekalipun penulis
utamanya merupakan pegawai di tempat lain. Jika autornya sekarang sudah tidak
lagi berada di tempat tersebut, maka hal itu biasanya diberitahukan sebagai
catatan kecil di bagian lain dari artikel tersebut.
5. Tuliskanlah alamat sejelas-jelasnya, termasuk alamat surel, sehingga akan
mempermudah orang lain yang ingin melakukan korespondensi. Salah satu tujuan
mencantumkan alamat penulis adalah selain sebagai identitas diri (contohnya
adalah membedakan "Robert" yang bekerja di instansi A dengan 'Robert' yang
bekerja di instansi B), adalah untuk keperluan komunikasi bagi yang berminat
mendapatkan informasi tambahan tentang artikel tersebut.
B.3. “Abstract”, “Abstrak”, dan “Kata Kunci”
Setelah bagian Judul dan Nama Autor, maka bagian berikutnya yang akan
dibaca orang dari suatu artikel ilmiah adalah Abstrak. Baik-buruknya sebuah Abstrak
akan menentukan apakah pembaca akan membaca atau tidak bagian-bagian lain dari
artikel tersebut. Abstrak (atau Abstract dalam Bhs. Inggris) adalah versi singkat
sebuah artikel. Abstrak merupakan ringkasan dari setiap bagian inti sebuah artikel
(IMRaD). Oleh karena itu, sebuah Abstrak yang baik harus mengandung bagian yang
berperan sebagai Pendahuluan, Bahan dan Metode, Hasil dan Pembahasan, serta
Simpulan, yang tentu saja harus ditulis secara ringkas.
Karena Abstrak dianggap merupakan ringkasan dari sebuah artikel ilmiah,
maka sistem kompilasi dan penyimpanan artikel secara eletronik (contohnya
Agricola, CAB Abstract, Websco, dll.) hanya memuat bagian Abstrak dari suatu
artikel. Perusahaan penerbit kumpulan abstrak tersebut mengasumsikan bahwa
abstrak telah ditulis dengan baik dan merepresentasikan keseluruhan isi artikel.
Dalam kata lain, Abstrak merupakan suatu ”petunjuk” bagi calon pembaca suatu
artikel ilmiah, apakah perlu meneruskan membaca seluruh artikel atau cukup berhenti
sampai bagian Abstraknya saja. Oleh karena itu, Abstrak harus ditulis dengan benar
dan penuh ketelitian. Abstrak sebaiknya ditulis ketika seluruh naskah artikel
selesai dibuat (dan dibaca berulang-ulang). Jadi, jangan karena urutan letaknya
berada setelah Judul dan Nama Autor, maka Abstrak ditulis lebih dahulu daripada
bagian lainnya.
Abstrak yang baik memiliki beberapa ciri, antara lain :
1. Konsisten dengan isi artikel. Jangan sampai terjadi ada data atau pernyataan di
dalam Abstrak berbeda dengan apa yang ditulis di dalam naskahnya.
2. Bersifat self explanatory (cukup jelas dengan sendirinya), tanpa harus merujuk ke
dalam naskahnya apalagi ke daftar pustaka. Sebagai contoh, kata-kata demikian
tidak baik dimunculkan di dalam abstrak :
Tarkus Suganda 10
“........faktor-faktor dominan yang menentukannya, akan dibahas lebih jauh
dalam artikel lengkapnya”
”..... Hasil menunjukkan bahwa ditemukan faktor X yang tepat untuk
peningkatan hasil”
3. Karena merupakan “versi ringkas” dari artikel, maka Abstrak harus mengandung :
(a) alasan mengapa eksperimen dilakukan (rasionalisasi dan justifikasi); (b) tujuan
eksperimen; (c). metode eksperimen; (d) hasil; dan (e) kesimpulan.
4. Tidak berisi grafik, tabel, atau pengacuan pustaka.
5. Jumlah kata umumnya tidak melebihi 150 kata (bahasa Indonesia) dan 100 s.d.
150 kata (bahasa Inggris) , dan sebaiknya merupakan 1 paragraf.
6. Tidak merujuk atau berisi tabel, gambar, dan daftar pustaka. Persamaan, formula,
dan singkatan juga kurang baik ditampilkan di dalam Abstrak.
7. Sampai batas tertentu, abstrak sering mengulang kata-kata yang terdapat di dalam
artikel.
Mengenai dibatasinya jumlah kata, banyak dikeluhkan oleh para ilmuwan
bidang ilmu sosial. Demi mencapai “kejelasan”, maka jumlah kata terpaksa
bertambah. Hal ini nampaknya lebih merupakan suatu ketidaksiapan dalam memilih
kata, karena rata-rata artikel berbahasa Inggris dalam bidang ilmu sosial (lihat
American Journal of Agricultural Economics dan Journal of Agribussiness) ternyata
dapat menyajikan Abstract yang ringkas dan padat.
Berikut adalah anatomi dari salah satu contoh abstrak yang baik :
Responses of barley cultivars and lines to isolates of Pyrenophora teres
A Douiyssi, DC Rasmusson, and AP Roelfs (Plant Disease, 1998)
(Penerjemahan dan pemaragrafan dimaksudkan untuk memperjelas bagian-bagian
abstrak)
Rasionalisasi Net blotch, yang disebabkan oleh Pyrenophora teres,
merupakan salah satu penyakit daun yang sangat merugikan
pada tanaman barley di seluruh dunia.
Tujuan Informasi mengenai reaksi varietas lokal, galur harapan unggul,
dan variabilitas patogen mutlak diperlukan dalam
mengembangkan suatu program pemuliaan untuk mendapatkan
varitas resisten.
Metode Reaksi dari 38 galur barley terhadap 15 isolat P. teres telah
dilakukan pada stadia bibit di rumah kaca dan hasilnya
kemudian diuji di tiga lokasi di Maroko.
Hasil Tidak ditemukan adanya galur yang resisten terhadap semua
isolat patogen. Variabilitas patogen sangat tinggi karena tidak
ada satu isolat pun yang identik. Untuk setiap isolat yang diuji,
suatu aras resisten yang tinggi ditemukan pada satu atau
beberapa galur. General adult resistance dijumpai sebagai
respon terhadap isolat I-1, sementara general seedling
resistance ditemukan terhadap isolat I-14. Resistensi dewasa
tidak dijumpai pada stadia bibit pada 9 galur terhadap isolat I-
Tarkus Suganda 11
1. Hasil pengujian stadia bibit tidak konsisten dengan hasil
pengujian stadia dewasa, sehingga mengurangi manfaat uji
stadia bibit. Resistensi lapang varitas resisten dan medium
resisten (Heartland, Minn7, CI 2333, dan CI 2549) konsisten
pada seluruh lokasi eksperimen.
Kesimpulan Adanya variabilitas pada P. teres dan tidak adanya galur yang
resisten terhadap semua isolat mengindikasikan bahwa strategi
pemuliaan tanaman harus menekankan terhadap piramidisasi
gen-gen resistensi.
Dalam menulis abstrak/abstract, walaupun jurnal yang kita tuju tidak meminta
dibuat dalam format seperti contoh diatas (sebagian besar jurnal internasional justru
sekarang memintanya), penulis anjurkan agar tetap menggunakan pola seperti di atas.
Hal ini dimaksudkan agar abstraknya ditulis dengan benar. Jika kemudian naskah
selesai dibuat, maka kita hanya tinggal menghapus bagian-bagian tersebut sehingga
abstraknya menjadi sesuai dengan petunjuk penulisan artikelnya.
Abstract
Abtsract merupakan bagian yang paling kurang mendapat perhatian serius dari
penulis artikel di Indonesia., bahkan tesis dan disertasi pun, Abstract-nya banyakyang
tidak benar. Banyak yang masih menterjemahkan kata demi kata ke dalam Bhs.
Inggris. Kita memang bukan penulis / calon penulis artikel yang beribu-bahasa bhs.
Inggris. Hanya sebagian dari kita yang mampu menguasai penulisan bahasa Inggris
secara baik dan benar. Namun tetap saja kita dituntut untuk dapat menulis abstract
yang baik. Beberapa petunjuk yang dapat diikuti dalam membuat Abstract adalah :
1. Pada prinsipnya aturan menulis abstrak (dalam bhs. Indonesia) sama dengan
penulisan “Abstract”
2. Untuk bagian “rasionalisasi”, gunakan “present tenses”. Untuk bagian-bagian
lainnya, gunakan “past tenses”.
3. Jangan lupa atau malu untuk berkonsultasi dengan rekan sejawat yang memiliki
kemampuan berbahasa Inggris lebih baik.
Kata Kunci /Key words
Abstrak biasanya dilengkapi dengan “kata kunci” atau “key words”, yaitu
sekumpulan kata-kata yang merupakan penciri atau kata penting yang dapat
mengenali artikel yang dimaksud. Jika redaksi jurnal meminta, seorang penulis wajib
memilih beberapa buah kata kunci yang akan digunakan biasanya dalam penyortiran
secara cepat (dengan komputer) tentang topik penelitian atau pembahasan dari artikel
tersebut.
Pemilihan kata kunci mutlak menjadi tanggung jawab autor, karena hanya
autorlah yang tahu kata-kata apa saja yang dianggap penting untuk mencirikan suatu
artikel. Jadi jangan coba-coba menyerahkan pemilihan kata kunci kepada Redaksi
karena kalau memang diwajibkan untuk menyertakan kata kunci dan Anda tidak
memenuhinya akan menyebabkan naskah Anda ditolak mentah-mentah.
B.4. “Pendahuluan”
Suatu artikel ilmiah harus dimulai dengan mengemukakan suatu permasalahan
secara jelas. Dalam bagian Pendahuluan, autor harus menjelaskan konsep atau hasil
Tarkus Suganda 12
riset sebelumnya yang mendasari dilakukannya eksperimen yang akan dilaporkannya,
antara lain dengan merujuk kepada pustaka atau teori yang telah terbit sebelumnya.
Namun hal ini bukan berarti bahwa bagian pendahuluan harus merupakan suatu
review (telaahan) yang ekstensif tentang permasalahan tersebut.. Pengacuan pustaka
harus hanya yang benar-benar penting dan relevan dengan permasalahan artikel yang
ditulis. Tidak perlu menyediakan acuan yang berlebihan dan terlalu panjang untuk
meyakinkan pembaca tentang pentingnya permasalahan tersebut..
Tujuan dari Pendahuluan adalah menyediakan informasi latar belakang yang
cukup sehingga dapat membuat pembaca mengerti tentang mengapa permasalahan
tersebut dianggap penting untuk dipilih sebagai topik eksperimen/penelitian artikel
tersebut. Dalam kata lain, Pendahuluan sekalipun jangan terlalu panjang namun
haruslah meliputi :
1. Pernyataan singkat mengenai masalah yang diteliti untuk menjustifikasi
dilakukannya riset/eksperimen, atau hipotesis yang mendasarinya. Jelaskan
mengapa subyek tersebut dipilih dan mengapa subyek tersebut dianggap penting.
2. Penjelasan tentang temuan orang lain yang ingin dibuktikan atau dimodifikasi.
3. Penjelasan tentang tujuan umum dari dilakukannya eksperimen.
4. Bagian akhir dari Pendahuluan haruslah menyatakan apa yang menjadi tujuan
dari artikel atau eksperimen yang dilaporkan.
B.5. “Bahan dan Metode”
Artikel ilmiah sebenarnya adalah sebuah tulisan yang melaporkan tentang
telah ditemukannya suatu ‘pengetahuan baru’ sebagai hasil dari penelitian atau
eksperimen yang dilakukan oleh autor. Temuan baru ini harus telah teruji
kebenarannya. Suatu ‘artifact’ atau hasil temuan yang diperoleh secara kebetulan,
tidak selayaknya dikatakan sebagai suatu ‘ilmu pengetahuan’, karena tidak /belum
tentu memenuhi kriteria sebagai suatu hasil yang reproduceable. Oleh karena itu,
jurnal ilmiah luar negeri biasanya mensyaratkan bahwa data yang ditampilkan dalam
artikel harus merupakan hasil dari eksperimen yang telah diulang (bukan hanya
perlakuannya yang diulang), misalnya data yang ditampilkan merupakan data dari
paling tidak dua kali eksperimen, atau satu eksperimen namun memiliki ulangan atau
sampel yang representatif (sering jauh lebih banyak daripada batas minimum yang
ditentukan).
Layak tidaknya data yang ditampilkan umumnya merupakan tugas utama
seorang editor atau Dewan Redaksi Pakar, dan bukan tanggung jawab Redaksi
Pelaksana.
Kejelasan (clarity) merupakan syarat utama dari suatu artikel ilmiah yang
baik. Oleh karena itu, bagian Bahan dan Metode yang digunakan di dalam
melaksanakan suatu eksperimen, haruslah ditulis dengan sejelas mungkin, sehingga
jika orang lain yang berkompeten mengulang riset yang sama akan diperoleh hasil
yang relatif sama pula (penelitian haruslah repeatable dan data hasil penelitian
haruslah reproduceable). Orang yang berkompeten adalah orang yang memiliki latar
belakang kemampuan atau bidang ilmu yang relatif sama.
Beberapa kiat untuk menguji apakah bagian Bahan dan Metode dari naskah
artikel kita sudah jelas atau belum :
1. Cobalah rekan se-laboratorium untuk membaca bagian tersebut, dapatkah rekan
tersebut mengikuti alur pelaksanaan penelitian kita?
Tarkus Suganda 13
2. Dalam menjelaskan secara detil, cobalah jawab pertanyaan berikut : (a) Apakah
pembaca umumnya sudah mengenal metode yang saya lakukan? (b) Apakah detil
dari metode yang dilakukan berperan penting dalam eksperimen saya?
3. Jika bahan yang digunakan cukup banyak, maka tampilkan bahan-bahan tersebut
dalam tabel khusus atau kalau perlu, jelaskan dengan gambar/diagram. Bahan
yang dimaksud misalnya adalah nama-nama isolat mikrob, judul buku-buku yang
dikaji, nama varietas yang diuji, dan sebagainya.
4. Jangan menyebut satu per satu bahan eksperimen (sebagaimana mahasiswa
melakukannya dalam menulis skripsi), tetapi rangkaikanlah urutan pekerjaan
menjadi suatu kalimat/paragraf yang menceritakan bagaimana bahan-bahan
tersebut digunakan di dalam eksperimen/riset.
5. Jika Metode yang digunakan meniru dari apa yang sudah dilakukan orang, maka
pencantuman referensi merupakan hal yang mutlak dilakukan. Jika suatu teknik
yang digunakan sudah sangat dikenal, dapat saja kita hanya dengan menyebutkan
nama teknik tersebut. Sedangkan jika metode yang digunakan adalah metode
ciptaan sendiri (sesuatu yang jarang sekali terjadi dalam riset ilmiah zaman
modern ini), maka rincian secara detil merupakan suatu hal yang mutlak harus
dijelaskan dalam artikel.
6. Dalam menyebutkan bahan percobaan, spefisikasi teknis, kuantitas, sumber
perolehan, dan metode penyiapan bahan-bahan yang digunakan dalam
eksperimen, harus dijelaskan secara detil. Jika suatu produk komersil digunakan,
berikan nama dan alamat perusahaan produsennya di dalam kurung setelah
produk tersebut ditulis.
Dalam beberapa artikel ilmiah sering dijumpai penulis yang hanya
mengatakan bahwa (contohnya) : “………… metode penelitian dilakukan menurut
Metode Dixon (1985)” Cara ini dianggap kurang jelas. Setelah kalimat di atas,
seharusnya diikuti dengan penjelasan bagaimana metode Dixon tersebut dilakukan.
Hal ini penting karena belum tentu semua pembaca mampu mendapatkan kepustakaan
yang menjelaskan secara detil bagaimana melakukan metode Dixon tersebut. Dengan
menjelaskannya, maka kita menjadi sumber kepustakaan tentang metode Dixon
tersebut, jika seandainya pustaka aslinya sulit diperoleh.
Mulailah proses penulisan bagian Bahan dan Metode pada saat penelitian
masih berlangsung, karena pada saat itu, biasanya ingatan kita masih segar tentang
bagaimana riset tersebut kita laksanakan. Hal ini penting dilakukan karena sering,
naskah artikel ilmiah ditulis berselang 1-2 tahun setelah selesainya pelaksanaan
penelitian sehingga catatan tentang bahan dan metodenya sering sudah tidak lagi
tersedia.
B.6. “Hasil”
Tergantung dari style suatu jurnal ilmiah, bagian ‘Hasil’ ada yang dipisahkan
dari, dan ada pula yang disatukan dengan bagian ‘Pembahasan’. Bagian “Hasil”
merupakan bagian artikel yang bertujuan untuk menyampaikan informasi baru hasil
temuan dari eksperimen / riset yang telah kita lakukan.
Terdapat kesalahan umum yang sering dilakukan oleh penulis artikel ilmiah
dalam membuat bagian ‘Hasil’ ini, yaitu banyak penulis yang mengulang-ulang
pernyataan dari apa yang sudah jelas tertuang dalam gambar dan grafik. Jika tabel
dan gambar telah dipersiapkan dengan benar dan baik, maka hasil dan desain
eksperimen juga pasti sudah nampak jelas. Oleh karenanya, tabel, grafik, dan ilustrasi
lainnya dalam bagian Hasil ini haruslah dengan jelas menggambarkan data
Tarkus Suganda 14
eksperimen. Data yang sudah ada dalam tabel, gambar, grafik dan ilustrasi lainnya
jangan diulas panjang lebar di dalam teks. Hanya temuan yang bermakna
(significant) dan yang berkorelasi dengan tujuan eksperimen saja yang ditonjolkan.
Tidak perlu semua data ditampilkan. Ingatlah pepatah (J.W. Powell, 1888) yang
menyatakan bahwa “orang bodoh bekerja mengumpulkan data, hanya yang
bijaksana yang dapat memilih-milihnya” (dan membuatnya menjadi bermakna,
Tarkus Suganda).
Hal ini tidak berarti bahwa kita harus menutup-nutupi jika terdapat kelemahan
di dalam eksperimen kita. Hal-hal negatif yang mungkin timbul dari eksperimen yang
kita lakukan juga harus mendapat tempat untuk dibahas dalam bagian “Hasil”.
Jika artikel melaporkan lebih dari satu eksperimen, maka tujuan setiap
eksperimen harus dinyatakan secara tegas di dalam teks. Hasil-hasilnya harus
dikaitkan satu sama lain, oleh karenanya, banyak jurnal yang menggabungkan bagian
Hasil dengan Diskusi/Pembahasan.
B.6.1. Membuat Ilustrasi Yang Efektif
Ilustrasi dalam manuskrip/naskah artikel ilmiah dapat berupa foto, gambar,
grafik, atau tabel. Foto, kecuali kalau sangat penting, biasanya tidak dianjurkan
karena harus memenuhi persyaratan yang ketat, antara lain harus dicetak pada kertas
glossy, sebaiknya hitam putih, dibuat dalam halaman terpisah, dan sebagainya. Selain
itu, perlu diingat pula bahwa biaya pencetakan foto sangat mahal.
Dalam membuat ilustrasi, janganlah mengada-ada. Jika hasil yang ingin
disampaikan dapat dikemukakan dalam kalimat sederhana, jangan gunakan tabel atau
grafik. Contoh, perhatikan gambar di bawah ini.
Data diatas sebenarnya dapat dinyatakan sebagai kalimat sederhana dan
ringkas : “..... kecepatan reaksi larutan yang diteliti mencapai maksimal pada pH 8”.
Selain tidak efisien, contoh gambar di atas merupakan contoh yang buruk
tentang ilustrasi, karena :
1. Gambar grafiknya bersifat terbuka
2. Tidak mencantumkan satuan dari aksis dan ordinat
3. Belum ada judulnya
B.6.2. Kapan Memilih Grafik, Kapan Memilih Tabel?
• Jika yang ingin ditampilkan adalah “trend” atau kecenderungan perkembangan dari
data, maka pilihlah grafik;
Tarkus Suganda 15
• Jika data berupa angka “mati”, tampilkan dalam tabel;
• Tabel lebih murah dan mudah dibandingkan dengan grafik;
• Pada grafik, jika nilai tertinggi pada absis adalah 78, maka angka tertinggi gunakan
80. Jika menggunakan 100 (terutama jika dalam persen), maka grafik akan jadi
kecil dan banyak ruang kosong;
• Pada grafik, tidak perlu semua titik pada absis di”tandai” karena akan
menyebabkan grafik menjadi sangat penuh.
• Gunakan huruf keterangan absis dan ordinat minimum berukuran 14
• Gunakan simbol yang umum dipakai
• Hindari grafik yang menggunakan warna-warna. Karena jurnal tidak dicetak
berwarna-warni, maka grafik sebaiknya dapat dikenali perbedaannya berdasarkan
tanda-tanda bukan dengan warna.
Judul Ilustrasi
• Ilustrasi (tabel, grafik, dll) harus dapat menjelaskan dengan sendirinya (self
explanatory). Jangan sampai untuk memahami ilustrasi pembaca harus merujuk
pada teks
• Di dalam membuat judul ilustrasi, janganlah menyebut kata ‘grafik’ untuk ilustrasi
berupa grafik, atau kata ‘tabel’ untuk ilustrasi berupa tabel. Pembaca jurnal bukan
orang bodoh yang tidak tahu membedakan grafik dari tabel. Semua orang tahu
mana yang namanya grafik, tabel, atau kurva.
• Tekankan pada “peristiwa” atau “proses” yang ingin ditonjolkan dengan
menampilkan ilustrasi tersebut.
• Kalau tanpa ilustrasi artikel sudah cukup jelas, maka jangan memaksakan
menampilkan ilustrasi, karena biaya ilustrasi cukup mahal. Sebaliknya, jika tulisan
kita sulit dimengerti dan ternyata ilustrasi jauh lebih dapat menjelaskan
maksudnya, maka ilustrasi adalah suatu keharusan.
B.7. “Pembahasan” atau “Diskusi”
Di dalam bagian “Diskusi” autor berkersempatan untuk membandingkan hasil
dari eksperimen yang dilakukan dengan ilmu yang sudah ada. (Suatu temuan hanya
dapat dikatakan sebagai suatu “ilmu pengetahuan” jika temuan tersebut telah
dipublikasikan ke khalayak secara ilmiah). Hal-hal penting dari temuan eksperimen
yang dilakukan kemudian akan dikelompokan ke dalam “Kesimpulan”. Oleh karena
itu, dalam banyak jurnal “Diskusi” disebut sebagai “Pembahasan”. Bagian Diskusi
menafsirkan data yang ditampilkan dalam bagian Hasil, yang dikaitkan dengan
masalah, pertanyaan, atau hipotesis yang ditampilkan di dalam bagian Pendahuluan.
Suatu diskusi yang baik akan terdiri dari :
1. Prinsip-prinsip, hubungan, dan generalisasi yang didukung oleh data hasil
eksperimen
2. Kekecualian, ketiadaan korelasi, dan definisi dari hal-hal yang belum baku,
kesenjangan pengetahuan, dan hal-hal yang memerlukan suatu penyelidikan
lanjutan
3. Penekanan pada hasil dan kesimpulan yang baik setuju maupun tidak setuju
dengan hasil-hasil pengamatan lain
4. Implikasi praktis maupun teoritis
5. Kesimpulan, dengan ringkasan bukti-buktinya
Tarkus Suganda 16
Bagian Diskusi, jika tidak digabungkan dengan bagian Hasil, jangan
merekapitulasi hasil, tetapi harus mendiskusikan arti dari hasil yang diperoleh.
Pembaca harus diberi penjelasan bagaimana hasil eksperimen memberikan suatu
jawaban terhadap permasalahan yang dinyatakan dalam bagian Pendahuluan atau
yang dinyatakan dalam tujuan eksperimen. Pekerjaan kita harus dikaitkan dengan
pekerjaan yang dilaporkan sebelumnya, dan jelaskan mengapa hasilnya sama atau
berbeda.
Spekulasi tentang fenomena yang muncul dalam riset yang dilaporkan
dianjurkan untuk dilakukan namun tetap harus beralasan, dan harus dapat dibuktikan.
Harus pula dapat diidentifikasi terpisah dari bagian Diskusi dan Kesimpulan. Jika
hasil eksperimen berbeda dengan hasil sebelumnya karena sesuatu sebab yang tidak
diketahui, penjelasan yang beralasan harus diberikan. Hasil yang kontroversi harus
didiskusikan secara jelas dan jujur.
Kesalahan umum lainnya dari penulis artikel yang belum terlatih adalah
menyajikan data tanpa menjelaskan apa manfaat dari data yang ditampilkan tersebut.
Dalam bahasa Inggris dikenal sebagai menampilkan what, tanpa menyebutkan why,
how, atau so what-nya.
B.8. “Ucapan Terima Kasih” / “Sanwacana” (Acknowledgment)
Bagian ini adalah bagian untuk mengungkapkan rasa terima kasih terhadap
perorangan atau kelompok lainnya atas bantuan, saran, biaya yang telah diterima
selama pelaksanaan eksperimen maupun selama penulisan artikel. Bagian ini
biasanya ditempatkan setelah “Diskusi” sebelum “Daftar Pustaka”.
Sebagai manusia, peneliti tidak mungkin lepas dari bantuan orang lain, apalagi
dalam melaksanakan penelitian dan menulis artikel ilmiah. Maka, sudah sewajarnya,
penulis artikel mengucapkan terima kasih kepada fihak-fihak yang telah
membantunya, sekalipun bagian “Ucapan Terima Kasih” ini boleh ada boleh juga
tidak ada dalam suatu artikel ilmiah.
Dalam bagian ini, autor berkesempatan mengucapkan terima kasih kepada
“Pelaksana Penelitian” yang biasanya diekspresikan sebagai “...... atas bantuan
teknisnya”, dan kepada “Mereka yang membantu menerangkan mengapa dan
bagaimana tentang data kita” yang biasanya diekspresikan sebagai “......atas
diskusinya”.
Penelitian umumnya didanai oleh fihak penyandang dana, dan jarang sekali
yang didanai oleh uang si peneliti sendiri. Bagian sanwacana ini disediakan untuk
mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada mereka yang membantu mulai
dari konsep penelitian sampai proses penulisan artikel.
B.9. Menuliskan “Referensi” di Dalam Naskah
Mencantumkan referensi di dalam naskah jurnal ilmiah merupakan suatu
‘keharusan’. Tanpa mencantumkan kepustakaan, maka Anda dapat dikategorikan
sebagai plagiat, yang merupakan status terhina bagi seorang ilmuwan.
Terdapat berbagai cara menuliskan referensi di dalam naskah. Setiap jurnal
memiliki gaya (style) masing-masing. Menurut O’Connor (1978) dari 52 jurnal
ilmiah internasional, ternyata terdapat 33 style yang berbeda, atau hampir berarti
bahwa tidak ada dua jurnal yang memiliki gaya penulisan referensi yang sama. Oleh
karena itu, tidak ada cara lain selain harus mempelajari dengan seksama bagaimana
gaya dari jurnal yang akan dikirimi naskah.
Tarkus Suganda 17
Secara garis besar, perhatikan hal-hal berikut :
• Cantumkan hanya referensi yang benar-benar ada kaitannya dengan isi
eksperimen.
• Cantumkan hanya referensi yang sudah dipublikasi.
• Sekalipun diperbolehkan, minimalkan pencantuman referensi yang berupa :
o skripsi, tesis, disertasi;
o abstrak;
o data yang belum dipublikasikan;
o in press;
o komunikasi pribadi.
Jika referensi yang belum dipublikasi tersebut sangat penting, sebaiknya
cantumkan dalam teks.
• Cek cara penulisan, apakah style-nya sudah sesuai dengan jurnal sasaran?
• Jika referensinya bahasa asing, contoh Johanssen and Martin (1996), jangan
merubahnya menjadi “Johanssen dan Martin (1996).
• Sekarang, banyak jurnal mengganti kata ‘dan’ atau ‘and’ dengan simbol ‘&’ yang
bersifat universal.
Secara singkat, perihal penulisan referensi ini sekali lagi, ikuti secara ketat
Petunjuk Penulisan Artikel dari jurnal yang kita tuju.
B.10. Menyingkat Nama Jurnal
Menyingkat nama jurnal tidak dapat dilakukan sembarangan. Jurnal yang baik
biasanya mencantumkan bagaimana nama jurnal mereka disingkat. Terdapat suatu
konsensus internasional dalam menyingkat nama jurnal, dan biasanya mengikuti suatu
daftar khusus penyingkatan nama jurnal (Official list of journal titles abbreviation).
Secara umum, jika nama jurnal terdiri dari satu suku kata, maka umumnya
tidak pernah disingkat. Contohnya : Phytopathology; Phytophilactica, dll. Jika nama
jurnal lebih dari satu kata, contohnya Plant Disease, maka umumnya disingkat
menjadi Plant Dis., Journal of Tropical Agriculture biasanya disingkat menjadi J.
Trop. Agric., dan lain-lain.
B.11. Mempersiapkan Daftar Pustaka
Daftar Pustaka adalah daftar yang lengkap memuat semua referensi tercetak
yang dijadikan acuan dalam artikel yang ditulis.
• Gaya penulisannya juga bervariasi dari jurnal ke jurnal.
• “komunikasi pribadi” dan “data belum dipublikasikan” hanya boleh ditulis di
dalam teks dan tidak ada di Daftar Pustaka. Biasanya ditulis di dalam tanda
kurung.
• Jika ada referensi yang disebut dalam naskah tapi tidak ada dalam Daftar Pustaka,
maka editor jurnal dapat menolak naskah.
• Hati-hati dengan salah ketik, baik nama maupun judul referensi. Kesalahan
pengetikan akan diartikan kita dianggap tidak memiliki atau tidak membaca
Tarkus Suganda 18
referensi aslinya. Editor tidak akan dapat membantu merevisi kesalahan ketik
dalam Daftar Pustaka.
• Kiat agar penulisan Daftar Pustaka lengkap :
• Buat daftar sebagai tahaf penulisan naskah paling akhir.
• Baca naskah dari awal sampai akhir, lalu tulis semua referensi yang ditemui
dalam naskah dalam suatu daftar.
• Gunakan daftar tersebut untuk menyusun Daftar Pustaka.
• Sebenarnya, sekarang sudah tersedia berbagai perangkat lunak manajemen
pangkalan data kepustakaan, misalnya Endnote dan Mendeley, yang secara
otomatis menyusun Daftar Pustaka sesaat kita memasukkan sebuah
kepustakaan ke dalam naskah.
IV. PENUTUP
Teori, sebagus apapun tidaklah akan ada manfaatnya kecuali jika disertai
dengan praktik. Menulis artikel ilmiah, setelah mengetahui teorinya, membutuhkan
ketekunan, kesabaran, dan latihan yang terus-menerus. Kalau Anda sudah terlatih
sabar, tekun dalam melaksanakan riset, maka Anda dapat menerapkan hal yang sama
dalam menulis artikel ilmiah.
Selain berlatih, rajin membaca dan menyimak artikel-artikel ilmiah, terutama
dari jurnal-jurnal yang berbobot akan meningkatkan kepekaan kita tentang bagaimana
suatu artikel ilmiah seharusnya ditulis. Sebagaimana dalam melaksanakan penelitian,
pepatah bahwa “untuk mendapatkan anak ayam, kita tidak dapat memperolehnya
dengan memecahkan telur, tetapi harus melalui proses pengeraman yang
membutuhkan waktu dan kesabaran”, demikian pula dalam berlatih menjadi penulis
artikel ilmiah yang baik.
Jika Anda selesai menulis suatu draft artikel ilmiah, maka berhentilah
memikirkannya selama 2-3 hari. Kemudian bacalah kembali ketika Anda sudah
memiliki waktu senggang, maka Anda akan menemukan betapa masih banyaknya
kekurangan draft tersebut. Perbaikilah kembali, dan lakukan lagi hal yang sama
sampai kemudian Anda merasa puas. Kemudian cobalah rekan sejawat untuk
membaca naskah Anda, dapatkah ia memahaminya?
BUKU ACUAN
American Society of Agronomy. 1988. Publications Handbook and Style Manual.
ASA-CSSA-SSSA, Madison, WI. 92 pp.
American Society of Agronomy. 1998. Publications Handbook and Style Manual.
ASA-CSSA-SSSA, Madison, WI. 154 pp.
Committee on Graduate Training in Scientific Writing, 1989. Scientific Writing for
Graduate Students. 5th ed. Council of Biology Editors, Inc. 187 p.
Day, P.R. 1988. How to Write and Publish a Scientific Paper. 3rd ed. Oryx Press.
Phoenix, AZ. 211 p.
Lester, J.D. 1987. Writing Research Papers, a Complete Guide. 5th ed. Scott,
Foresman and Co. Glenview, IL. 281 p.
Tarkus Suganda 19
Rifai, M.A. 1995. Pegangan Gaya Penulisan, Penyuntingan, dan Penerbitan Karya
Ilmiah Indonesia. Gadjah mada Univ. Press. Yogyakarta.
-tsg-